Cost Benefit Analysis atau analisis biaya
manfaat adalah pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan
analisis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung
total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang (Dunn,
2003).
Analisis
Biaya Manfaat (Benefit Cost) sering digunakan untuk menganalisis
kelayakan proyek-proyek pemerintah. Pelaksanaan proyek pemerintah umumnya
mempunyai tujuan yang berbeda dengan investasi swasta. Pada proyek
swasta, biasanya diukur berdasarkan kepada keuntungan yang didapatkan.
Pada proyek pemerintah, keuntungan seringkali tidak dapat diukur dengan jelas
karena tidak berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan
didasarkan kepada manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat. Sebagai
contoh proyek pemerintah antara lain : proyek pembangunan jalan, pembangunan
jembatan, pengendalian banjir, pengendalian polusi, dan lain-lain.
Sehubungan dengan hal tersebut, analisis NPV dan IRR yang umumnya digunakan
untuk proyek investasi swasta tidak digunakan untuk menilai kelayakan investasi
dari proyek pemerintah.
Dalam proyek pemerintah :
1.
Semua
pengeluaran (cost) adalah semua biaya yang dikeluarkan Pemerintah.
2.
Semua
manfaat (benefit) adalah penghematan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat
dengan adanya proyek tersebut
Tahapan CBA
Menurut
Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya manfaat
secara umum meliputi:
a. Penetapan tujuan analisis dengan tepat
b. Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi
pemangku kepentingan yang terlibat)
c. Mengidentifikasi biaya dan manfaat
d. Menghitung,
mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat
e. Memperhitungkan
jangka waktu (discount factor)
f. Menguraikan
keterbatasan dan asumsi
Biaya (Cost)
Menurut
Kadariah (1999), biaya dalam
proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya
Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan
Perbaikan.
1) Biaya
Persiapan
Biaya
persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan
benar-benar dilaksanakan, misalnya biaya studi kelayakan pada lahan yang akan
digunakan untuk proyek termasuk di dalamnya studi kelayakan pada daerah dan
masyarakat sekitarnya dan biaya untuk mempersiapakan lahan yang akan digunakan.
2) Biaya
Investasi atau Modal
Biaya
investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik
dari dalam negeri atau luar negeri. Yang termasuk biaya investasi adalah biaya
tanah, biaya pembangunan termasuk instalasi, biaya perabotan, biaya peralatan
(modal kerja).
3) Biaya
Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi
biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan telekomunikasi, biaya habis
pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
4) Biaya Pembaharuan atau
Penggantian
Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi
setelah memasuki usia tertentu, biasanya pada bangunan mulai terjadi kerusakan-
kerusakan yang memerlukan perbaikan. Tentu saja terjadinya kerusakan-kerusakan
tersebut waktunya tidak menentu, sehingga jenis biaya ini sering dijadikan satu
dengan biaya operasional. Selain itu, masih ada lagi biaya yang mencerminkan
true values tetapi sulit dihitung dengan uang, seperti pencemaran udara, air,
suara, rusaknya/tidak produktifnya lagi lahan, dan sebagainya.
Manfaat (Benefit)
Manfaat
yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat
langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1)
Manfaat Langsung
Manfaat langsung dapat
berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat penggunaan
alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan
sebagainya.
2) Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung
adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya proyek.
Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi
proyek. (sulit diukur)
3) Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu
keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun
benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian
ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya
terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.
METODE CBA
Pada
dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil
adalah :
-
Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
-
Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
-
Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Metode-metode untuk
menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu Metode payback period (PP), Metode Present Value
(NPV), , Internal Rate
of Return (IRR) dan perbandingan manfaat biaya (BCR = benefit-cost ratio).
Metode Payback
Period (PP)
Metode
ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan
hasilnya bukan persentase. Tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya).
Karena model ini mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali, maka
dasar yang dipergunakan adalah aliran kas (cash
flow).
Payback
period merupakan teknik analisis investasi yang relatif mudah dan sederhana. Sehingga
banyak digunakan. Namun demikian, Payback period mengandung kelemahan, yaitu:
1. Metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi
atau proceeds yang diperoleh setelah
payback
period tercapai.
2. Metode
payback period mengabaikan nilai waktu uang.
3. Metode
payback period tidak dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi yang
bersifat mutually exclusive
Metode NPV (Nilai Bersih Sekarang)
Metode
ini menghitung selisih antara nilai sekarang inventasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih di massa yang akan datang.untuk mengitung
nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang
dianggap relevan.pada perhitungan ini tingkat bunga yang dipakai adalah 14%
(diambil dari rata-rata tingkat bunga bank). NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social
opportunity cost of capital sebagai diskon faktor.
Analisis
ini dapat dihitung menggunakan rumus:
|
|
Metode NPB (Nilai Bersih Sekarang)
Proyek yang efisien adalah
proyek yang manfaatnya lebih besar dari pada biaya yang diperlukan. Nilai
bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan
dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan. Rumus perhitungannya adalah :
Berdasarkan
metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek yang mendapat
prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat
diskontoyang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya
oportunitas penggunaan dana.
Metode IRR (Internal Rate of Return)
Dengan metode
ini tingkat diskonto dicari sehingga menghasilkan nilai sekarang suatu proyek
sama dengan nol. Rumus yang digunakan adalah :
Proyek yang
mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Walaupun demikian
pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya dengan IRR-nyasaja,
tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus lebih besar
daribiaya oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu proyek akan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i).
Tingkat diskontodisebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya
pinjaman modal yang harusdiperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi.
Investor akan melaksanakan semuaproyek yang mempunyai IRR > i dan tidak
melaksanakan investasi pada proyek yang hargaIRR < i.
Metode Perbandingan Manfaat dan
Biaya (BCR)
Dengan kriteria
ini maka proyek yang dilaksanakan adalah proyek yang mempunyai angka
perbandingan lebih besar dari satu.
Berdasarkan
metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan
memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti
pula NPB > 0. Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua
buah proyek karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai
perhitungan biayaatau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang
negatif dan sebaliknya.
Oleh karena itu
BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai manfaat
negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasiagar
nilai BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998).
Ada beberapa
kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti ditunjukkan pada
Tabel 1. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik karena
metode lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan
proyek yang akan dilaksanakan.
Tabel Perbandingan
Analisa NPB, IRR, dan BCR
CBA dilengkapi dengan pendekatan diskonto untuk
menghitung pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang berdasarkan nilai
sekarang dan tingkat diskonto tertentu. Hal ini disebabkan oleh
biaya dan manfaaat yang cenderung
terakumulasi. dalam realitas deskriptif, tingkat preferensi waktu
dan taksiran biaya modal sangat bervariasi akibat ketidaksempurnaan pasar-pasar
modal. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan publik (sebagai konsumen)
lebih menyukai kondisi (Pearce, 2008: 121-122). Implementasi CBA dalam
pembuatan rekomendasi di sektor publik mempunyai ciri ciri antara lain berusaha
untuk mengukur semua biaya dan manfaat untuk masyarakat yang dihasilkan dari
program pulik. Analisis biaya manfaat secara
tradisional merepresentasikan rasionalitas ekonomi karena kriteria
sebagian besar ditentukan dengan penggunaan efisiensi ekonomi secara global.
Analisis biaya manfaat tradisional juga menggunakan pasar (swasta) sebagai
titik tolak untuk merekomendasikan kebijakan publik. Analisis biaya manfaat
kontemporer, atau disebut juga analisis biaya manfaat sosial, dapat digunakan
untuk mengukur redistribusi manfaat (Dunn, 2003: 448).
Melihat pada proses implementasinya, Analisis biaya
manfaat (CBA) memiliki keunggulan dalam penentuan program pemerintah, antara
lain sebagai berikut.
a. Penggunaan
sumber – sumber ekonomi secara efisien. Jika efisiensi terjamin, pencapaian
kesejahteraan masyarakat dari kebijakan publik yang diimplementasikan lebih
maksimal (Mangkoesoebroto,2001: 165-166).
b. Analisis
biaya manfaat dalam pengitungan biaya maupun manfaat diukur dengan mata uang
sebagai unit nilai, sehingga memudahkan efisiensi (Dunn, 2003:448).
c. Sangat kompatibel
dengan penghitungan biaya manfaat kebijakan / proyek dalam skala besar atau
makro khususnya yang mempengaruhi kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan
(Sjafrizal, 2008 :170).
Sedangkan kelemahan CBA antara lain sebagai berikut.
a. Analisis ini membutuhkan
waktu dan prosesnya yang sangat lama dan hanya bisa diimplementasikan pada
proyek/ kebijakan yang bersifat makro (Sjafrizal, 2008: 170).
b. Pemilihan kebijakan / proyek yang
kurang menguntungkan bagi masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh proses
penghitungan manfaat secara kuantitatif, sedangkan beberapa proyek atau
kebijakan tidak dapat diukur manfaatnya secara kuantitatif (Mangkoesobroto,
2001: 166).
c. Analisis ini tidak memiliki
fleksibilitas tinggi, karena semua penghitungan dilakukan secara kuantitatif.
Hal ini menimbulkan interpretasi jika analisis ini dilaksanakan terlalu jauh,
pemerintah tidak lagi dilaksanakan oleh wakil wakil rakyat yang membawa
aspirasi rakyat, melainkan seakan akan dilaksanakan oleh robot komputer (Mangkoesoebroto,
2001: 167).
Studi Kasus
Analisis Biaya dan Manfaat pada Proyek MRT di Jakarta
Ø
Analisis Segi Positif Manfaat dan Biaya MRT
MRT merupakan salah satu solusi untuk memecah
kepadatan arus Transportasi di Jakarta yang menimbulkan kemacetan, MRT dinilai
akan dapat menghindari stagnasi kendaraan di jalan raya akibat pertumbuhan
kendaraan pribadi yang meningkat tajam, sementara transportasi umum belum
memadai angkutan dalam kota saat ini di Jakarta masih belum memadai.
Disamping itu, MRT juga memberikan kontribusi dalam
meningkatkan kapasitas transportasi publick. Kapasitas angkut MRT (Lebak Bulus
ke Bundaran HI) diharapkan mencapai sekitar 412 ribu penumpang per hari.
Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan mampu memberi dampak positif lainnya
bagi Jakarta dan warganya, antara lain:
ü Penciptaan
lapangan kerja: selama periode konstruksi, proyek MRT Jakarta diharapkan dapat
menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru
ü Penurunan
waktu tempuh dan meningkatkan monilitas: waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai
Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam sibuk menjadi 30 menit.
Penurunan waktu tempuh ini akan meningkatkan mobilitas warga Jakarta.
Meningkatnya mobilitas warga kota ini memberikan dampak kepada peningkatan dan
pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota
ü Dampak
lingkungan: 0,7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93,663 ton per tahun akan
dikurangi oleh MRT (Data Revised Implementation Ptogram for Jakarta MRT System
2005), sehingga Jakarta dapat mengurangi polusi dan transportasi
ü Transit-Urban
Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk merestorisasj
tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi pada area sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada
jumlah penumpang MRT Jakarta.
Akan tetapi, transportasi modern tersebut memiliki
harga yang cukup tinggi sehingga pemerintah harus mengupayakan dana dari
Jepang, yaitu Japan Cooperation Agency (Badan Kerjasama Internasional Jepang).
Setoran modal dari Pmeprov DKI sebesar 42% dari total pinjaman dari JICA, dan
pinjaman pemerintah pusat 58% dari total pinjaman yang diteruskan ke Pemprov
DKI, lalu oleh Pemprov DKI ke PT. MRT. Total dana yang dibutuhkan untuk proyek
MRT tahap 1 sebesar Rp. 15 triliun. Dana pinjaman itu harus dikembalikan dengan
bunga 0,2% dan 0,4% dengan jangka waktu pengembalian 30 tahun plus 10 tahun.
Dampaknya tiket MRT dapat mencapai Rp.38.000 sungguh
nilai yang cukup tinggi. Pemerintah akan mengambil kebijkan dengan memberikan
subsidi pada tiket MRT dengan target Rp.10.000 untuk harga tiket MRT supaya
transportasi tersebut menjadi efisien bagi penduduk kota Jakarta. Akan tetapi
terdapat pula imbas negatif terhadap pembangunan MRT di kota Jakarta, yaitu:
Pertama, akan
menimbulkan kemacetan baru di sepanjang jalan di bawah rel kereta api. Medan
jalan itu akan diambil untuk meletakkan tiang-tiang rel dan stasiun. Akses
keluarmasuk ke gang-gang di sepanjang jalan Fatmawati–Sisingamangaraja pasti
akan terganggu. Apalagi sampai sekarang juga belum jelas analisis dampak lalu
lintasnya baik selama maupun setelah pembangunan selesai.
Kedua, akan
mematikan bisnis di kawasan Fatmawati yang sudah mulai hidup sejak 20 tahun terakhir.
Jangan lupa, untuk memulai bisnis di kawasan itu adalah pengorbanan individu
per individu dengan memulai usaha bisnis pada saat kawasan tersebut masih sepi,
bukan karena usaha Pemerintah Pusat/Pemprov DKI Jakarta sengaja membuka kawasan
bisnis di sana. Kawasan bisnis di Fatmawati itu sekarang telah mampu memecah
beban pergerakan ke arah kota sekedar untuk belanja barang-barang elektronik
atau karpet. Dengan adanya kawasan bisnis yang tumbuh subur di sepanjang Jalan
Fatmawati itu secara otomatis dapat mengurangi beban pergerakan ke arah kota.
Bila kawasan bisnis sampai hancur karena pembangunan MRT, maka pembangunan MRT
sesungguhnya hanya melahirkan persoalan baru, karena akan mendorong orang-orang
dari kawasan Jakarta Selatan harus pergi ke Kota (Glodok) lagi sekedar untuk
belanja barang-barang elektronik dan sejenisnya. Akhirnya, akan lebih banyak kendaraan
pribadi mengarah ke Kota. Mubazirlah pembangunan MRT tersebut karena justru melahirkan
kemacetan baru.
Ketiga, menciptakan
kekumuhan baru di sepanjang bawah rel MRT. Kekawatiran ini wajar mengingat
sudah banyak bukti yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebetulan
belum ada bukti di mana ada kondisi bawah jembatan layang maupun rel kereta api
listrik di Jakarta ini rapi, bersih, dan tertib. Yang ada justru kekumuhan baru
karena menjadi tempat tinggal gelandangan.
"Jelas
bahwa secara matematis, biaya pembuatan subway lebih mahal daripada MRT Layang,
tapi kemahalannya itu hanya pada kontruksi, karena setelah operasional, usaha
bisnis di sepanjang Fatmawati akan tetap hidup sehingga dapat mengurangi beban
traffic ke arah Kota, tidak menimbulkan angka pengangguran baru, dan juga tetap
berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian di Jakarta Selatan," kata
Jokowi. Menurutnya pembangunan MRT secara melayang memang murah namun hanya dalam
konteks konstruksi saja, namun amat mahal biaya ekonomi dan sosial yang harus
dibayar oleh masyarakat seumur hidup.
"Kalau
subway, lebih mahal investasinya dan tarifnya, tapi dalam jangka tertentu
investasi tersebut akan balik dan tarif bisa ditekan dengan mengembangkan
properti di sekitar stasiun subway," katanya.
Seperti
diketahui MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih
± 110,8 Km, meliputi dua koridor utama, yaitu koridor selatan-utara yang jadi prioritas.
Sementara itu koridor timur-barat masih tahap kajian, dari timur
Jakarta-Balaraja