Pada dekade terakhir ini, banyak kota besar di dunia berupaya mengendalikan perkembangan fisiknya agar tidak meluas tak terkendali (sprawl). Perluasan secara horizontal tak terkendali tersebut juga terjadi di Jakarta yang menyebabkan berbagai masalah perkotaan besar, sepeti perlunya anggaran besar untuk pemeliharaan prasarana jalan kota, karena terlalu panjangnya jalan yang harus dipelihara tiap tahunnya. Beberapa upaya fisik kota berhasil di beberapa tempat, misalnya di Kota Lexington-Fayette, di negara bagian Kentucky, AS (Djunaedi, 2000). Beberapa lainnya dianggap kurang berhasil, seperti dijumpai dalam penetapa Peraturan Pengelolaan Pertumbuhan (Growth Management Act) 1985 di Kota Miami, di negara bagian Florida AS.
PERATURAN PENGENDALIAN NEGARA BAGIAN FLORIDA
Secara keruangan, perkembangan keruangan itu terjadi di koridor bagian tengah dari negara bagian ini, yaitu kota Tampa, melalui Orlando, ke Daytona Beach. Perkembangan kota-kota secara tak terkendali di Florida ini, menurut Colburn dan deHaven-Smith (1999:121) menimbulkan 3 masalah, yaitu:
a) Masalah lingkungan, berupa polusi air, kelangkaan air minum, kerusakan kehidupan binatang liar dan habitatnya, serta degradasi kualitas lingkungan
b) Masalah sosial, meliputi kemiskinan di kota dan kerusuhan rasial perkotaan, dan
c) Masalah politis, meliputi krisis fiskal dan ketidakcukupan layanan fasilitas umum.
Salah satu sebab terjadinya pertumbuhan yang pesat pada negara bagian Florida adalah karena negara bagian ini mempunyai sejarah panjang dalam mempromosikan pertumbuhan wilayah, hal ini mulai dirasakan pada tahun 1969. Pada tahun tersebut beberapa kelompok pelesatarian lingkungan (environmental groups) berhasil memobilisasi masyarakat untuk menghentikan pembangunan lapangan terbang khusus jet di daerah yang secara ekologis rawan yaitu di Everglades, sebelah barat kota Miami. Kejadian tersebut disusul dengan bencana kekeringan pada tahun 1971 hal ini mendorong dibuatnya Peraturan Pengelolaan Lingkungan Tanah dan Air pada tahun 1972.
Daerah kritis yang diperhatikan negara bagian meliputi lahan atau kawasan rawan ekologis, kawasan/daerah yang mempunyai dampak atau terkena dampak dari pembangunan prasarana atau fasilitas umum utama dan kawasan/daerah yang mempunyai potensi pengembangan berskala besar. Peraturan diatas menjelaskan yang dimaksud dengan pengembangan berdampak regional adalah setiap pengembangan yang karena karakteristik, ukuran, atau lokasinya dapat menyebabkan pengaruh atau dampak besar terhadap kesehatan, keselamatan atau kesejahteraan penduduk di lebih dari 1 kabupaten. Kedua konsep tersebut masih dipakai dalam peraturan perundangan Florida sampai saat ini.
UPAYA NEGARA BAGIAN UNTUK MENGENDALIKAN PERKEMBANGAN
Upaya negara-negara bagian di Amerika dalam mengendalikan perkembangan kota-kotanya terjadi dalam dua gelombang. Gelombang pertama, terjadi pada awal tahun 1970an, yang menekankan pada isu pelestarian lingkungan, sedangkan gelombang kedua yang dimulai pada pertengahan tahun 1980an, menangani beberapa isu yang lebih luas.
Secara tradisional di Amerika Serikat dipraktekkan 3 macam perkembangan fisik kota, yaitu:
1) Pemintakan (zoning)
2) Peraturan pengkaplingan (subdivision regulations), dan
3) Program pembangunan prasarana dan fasilitas umum.
Karena ketiga cara ini mengandung kelemahan, maka diciptakan beberapa inovasi baru tentang pengendalian pemekaran fisik kota, antara lain:
1) Persyaratan ketersediaan fasilitas umum yang memadai.
2) Program pertumbuhan bertahap (growth phasing programs); cara ini mengatur baik lokasi maupun waktu yang tepat bagi pembangunan fisik baru berdasarkan fasilitas umum yang tersedia atau akan disediakan
3) Batas wilayah pertumbuhan perkotaan (urban growth bundaries): dengan metode ini, suatu garis batas dibuat mengelilingi kota sebagai batas pertumbuhan fisik kota dan untuk menghindari meluasnya kota secara tak terkendali (urban sprawl)
4) Program tingkat pertumbuhan (rate-of growth programs): program ini mencerminkan tingkat perkembangan fisik yang diperbolehkan dalam suatu tahun
5) Eksaksi (exactions) yaitu pengembang diharuskan membayar untuk peningkatan prasarana yang diperlukan oleh pembangunan fisik baru
6) Kapasitas atau daya dukung (carrying capacity): menunjukkan batas atas jumlah penduduk yang dapat mendiami suatu area.
Dalam kajian kasus Miami, Florida ini metode pengendalian fisik kota yang dipakai adalah cara pertama.
PERKEMBANGAN KOTA MIAMI
Kota Metropolitan Miami terletak di sepanjang ujung tenggara dari semenanjung Florida. Luas kota ini lebih dari 2000 mil persegi dan sepertiganya termasuk dalam Everglades National Park yang merupakan daerah reservoir air bersih. Kota Miami merupakan salah satu kota metropolitan yang populasi penduduknya paling cepat berkembang di AS. Empat puluh tahun yang lalu kota ini tidak dianggap sebagai kota metropolitan yang kecil. Tapi setelah 40 tahun populasi penduduknya meningkat pesat.
Kegagalan penerapan pengendalian perkembangan kota Miami:
Menurut Stanilov dan Hinshiranan ( 1999; 20-22) dalam surveynya ke kota Miami, merumuskan temuannnya bahwa kegagalan penerapan peraturan pengelolaan perkembangan kota tersebut terletak pada tiga masalah utama, sebagai berikut:
1) Masalah Pemerintahan
a. Pendekatan top-down yang kuat dalam sistem perencanaan di negara bagian Florida mengurangi kreativitas organisasi pemerintahan di bawahnya. Termasuk dalam hal ini otonomi pemerintah lokal tereduksi karena kebijakan perencanaan guna lahan tersentralisasi di tingkat negara bagian.
b. Kurangnya “kemauan politik” untuk menerapkan peraturan pengendalian perkembangan tersebut.
c. Penerapan peraturan Growth Management Act (GMA) yang mementingkan aturan administrasif bukan berdasarkan pada pendekatan visi masa depan
d. Selain itu, GMA berbasis pendekatan minimalis, yaitu mensyaratkan diterapkannya standar minimal dan tidak menyediakan insentif untuk pencampaian yang diatas standar minimal tersebut.
2) Masalah peningkatan sprawl
a. Batas perkembangan yang tidak mengatasi masalah. Dalam hal ini, State department of Community Affairs (DCA) mengijinkan pemerintah lokal untuk merencanakan batas perkembangan fisik kotanya jauh melampaui kebutuhan, yaitu dihitung untuk 40 tahun ke masa depan. Termasuk dalam hal ini DCA mengijinkan perencanaan lahan untuk jutaan rumah tinggal, dan faktanya hanya kurang 15% yang dapat diserap oleh pasar. Karena luasnya batas area perkembangan kota yang diijinkan, pengembang perumahan lebih cenderung memilih tanah pedesaan yang jauh dari kota. Lebih murahnya harga meskipun tingkat layanan fasilitas perkotaannya lebih rendah. Sehingga mendorong terjadinya sprawl.
b. Kebijakan pembangunan prasarana perkotaan. Penerapan peraturan GMA juga mendorong alokasi dana pemerintah untuk membiayai pembangunan jalan ke daerah-daerah yang belum terkembangkan, sehingga mendorong perkembangan fisik ke arah kota dan terjadilah sprawl
c. Tidak ada insentif untuk pembangunan yang terkonsentrasi
3) Masalah Partisipasi Masyarakat
a. Kurangnya masukan dan partisipasi dari masyarakat ke proses perencanaan
b. Komunikasi yang buruk: terutama pada pemakaian bahasa yang kurang dipahami oleh kebanyakan penduduk
c. Masyarakat kurang berminat untuk menuntut kegagalan penerapan pengendalian kota ke pengadilan (karena kurangnya dana).
Dari bahasan diatas dapat ditarik kesimpulan teoritik bahwa perkembangan atau pertumbuhan yang terjadi secara lintas kota akan lebih efektif ditangani oleh negara bagian dengan syarat bahwa:
a. Antara dinas-dinas negara bagian dan antar kota
b. Cukup adanya partisipasi dan kreativitas pada pemerintah lokal dalam menjalankan arahan umum pengendalian perkembangan dari tingkat negara bagian.
Pengendalian perkembangan kota di Indonesia berdasar ketersediaan prasarana jalan
Pada iklim tropis, seperti di Indonesia pada dasarnya orang dapat bermukim dimanapun tanpa terkait dengan ketersediaan prasarana perkotaan (jalan, listrik, telpon). Dengan demikian, pengendalian perkembangan fisik kota dikaitkan dengan ketersediaan prasarana jalan merupakan tantangan yang besar yang sulit untuk berhasil tanpa law enforcement yang kuat. Padahal kondisi ketertiban dan penegakan hukum saat ini relatif lemah. pengendalian dengan memberikan “ daya tarik” dapat dilakukan yaitu membangun prasarana jalan ke daerah/lokasi yang diarahkan untuk menjadi perluasan pembangunan fisik kota. Tapi, tindakan ini akan memacu peningkatan harga tanah yang akibatnya mengurangi minat penduduk (yang tidak mampu menjangkau harga tanah tersebut) untuk bermukim disitu. Berdasar bahasan ini, tampaknya pengendalian perkembangan fisik kota terkait dengan ketersediaan prasarana sebagai peraturan yang mempersyaratkan masih akan sulit diterapkan di Indonesia.
Pengendalian perkembangan kota multi-etnis
Pada kasus Miami, pemerintah melakukan cara komunikasi (bahasa inggris) dan pendekatan yang seragam terhadap semua penduduk yang multi-etnis (yang tidak semuanya mampu memahami bahasa inggris). Cara ini mengurangi partsisipasi masyarakat dalam penerapan pengendalian perkembangan kota. Di Indonesia permasalahan bahasa tampaknya tidak mempunyai habatan sehingga komunikasi bahasa tidak menjadi masalah.