Senin, 03 Juni 2013

Teknik Analisis Biaya Manfaat atau CBA (Cost Benefit Analysis)

Cost Benefit Analysis atau analisis biaya manfaat adalah pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan analisis membandingkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang dan total keuntungan dalam bentuk uang (Dunn, 2003).
Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost)  sering digunakan untuk menganalisis kelayakan proyek-proyek pemerintah.  Pelaksanaan proyek pemerintah umumnya mempunyai tujuan yang berbeda dengan investasi swasta.  Pada proyek swasta, biasanya diukur berdasarkan kepada keuntungan yang didapatkan.  Pada proyek pemerintah, keuntungan seringkali tidak dapat diukur dengan jelas karena tidak berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan didasarkan kepada manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat.  Sebagai contoh proyek pemerintah antara lain : proyek pembangunan jalan, pembangunan jembatan, pengendalian banjir, pengendalian polusi, dan lain-lain.  Sehubungan dengan hal tersebut, analisis NPV dan IRR yang umumnya digunakan untuk proyek investasi swasta tidak digunakan untuk menilai kelayakan investasi dari proyek pemerintah.
Dalam proyek pemerintah :
1.      Semua pengeluaran (cost) adalah semua biaya yang dikeluarkan Pemerintah.
2.      Semua manfaat (benefit) adalah penghematan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dengan adanya proyek tersebut

Tahapan CBA

Menurut Lawrence dan Mears (2004), tahapan dasar dalam melakukan analisis biaya manfaat secara umum meliputi:
a.         Penetapan tujuan analisis dengan tepat
b.         Penetapan perspektif yang dipergunakan (identifikasi pemangku kepentingan yang terlibat)
c.         Mengidentifikasi biaya dan manfaat
d.         Menghitung, mengestimasi, menskalakan dan mengkuantifikasi biaya dan manfaat
e.         Memperhitungkan jangka waktu (discount factor)
f.          Menguraikan keterbatasan dan asumsi

Biaya (Cost)

Menurut Kadariah (1999), biaya dalam proyek digolongkan menjadi empat macam, yaitu Biaya Persiapan, Biaya Investasi, Biaya Operasional, dan Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan.
1)         Biaya Persiapan
Biaya persiapan adalah biaya yang dikeluarkan sebelum proyek yang bersangkutan benar-benar dilaksanakan, misalnya biaya studi kelayakan pada lahan yang akan digunakan untuk proyek termasuk di dalamnya studi kelayakan pada daerah dan masyarakat sekitarnya dan biaya untuk mempersiapakan lahan yang akan digunakan.
2)         Biaya Investasi atau Modal
Biaya investasi biasanya didapat dari pinjaman suatu badan atau lembaga keuangan baik dari dalam negeri atau luar negeri. Yang termasuk biaya investasi adalah biaya tanah, biaya pembangunan termasuk instalasi, biaya perabotan, biaya peralatan (modal kerja).
3)         Biaya Operasional
Biaya operasional masih dapat dibagi lagi menjadi biaya gaji untuk karyawan, biaya listrik, air dan telekomunikasi, biaya habis pakai, biaya kebersihan, dan sebagainya.
4)         Biaya Pembaharuan atau Penggantian
Pada awal umur proyek biaya ini belum muncul tetapi setelah memasuki usia tertentu, biasanya pada bangunan mulai terjadi kerusakan- kerusakan yang memerlukan perbaikan. Tentu saja terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut waktunya tidak menentu, sehingga jenis biaya ini sering dijadikan satu dengan biaya operasional. Selain itu, masih ada lagi biaya yang mencerminkan true values tetapi sulit dihitung dengan uang, seperti pencemaran udara, air, suara, rusaknya/tidak produktifnya lagi lahan, dan sebagainya.

Manfaat (Benefit)

Manfaat yang akan terjadi pada suatu proyek dapat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung dan manfaat terkait (Kadariah, 1999).
1)                  Manfaat Langsung
Manfaat langsung dapat berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif akibat penggunaan alat-alat produksi yang lebih canggih, keterampilan yang lebih baik dan sebagainya.
2)         Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul di luar proyek, namun sebagai dampak adanya proyek. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat disekitar lokasi proyek. (sulit diukur)
3)         Manfaat Terkait
Manfaat terkait yaitu keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan, seperti keamanan dan kenyamanan. Dalam penelitian ini untuk penghitungan hanya didapat dari manfaat langsung dan sifatnya terbatas, karena tingkat kesulitan menilainya secara ekonomi.

METODE CBA

Pada dasarnya untuk menganalisis efisiensi suatu proyek langkah-langkah yang harus diambil adalah :
- Menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan dilaksanakan
- Menghitung manfaat dan biaya dalam nilai uang
- Menghitung masing-masing manfaat dan biaya dalam nilai uang sekarang.
Metode-metode untuk menganalisis manfaat dan biaya suatu proyek yaitu Metode payback period (PP), Metode Present Value (NPV), , Internal Rate of Return (IRR) dan perbandingan manfaat biaya (BCR = benefit-cost ratio).

Metode Payback Period (PP)

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase. Tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Karena model ini mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas (cash flow).
Payback period merupakan teknik analisis investasi yang relatif mudah dan sederhana. Se­hingga banyak digunakan. Namun demikian, Payback period mengandung kelemahan, yaitu:
1.      Metode ini mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau proceeds yang diperoleh setelah
payback period tercapai.
2.    Metode payback period mengabaikan nilai waktu uang.
3.    Metode payback period tidak dapat digunakan untuk pengambilan keputusan investasi yang bersifat mutually exclusive

Metode NPV (Nilai Bersih Sekarang)


Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang inventasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di massa yang akan datang.untuk mengitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan.pada perhitungan ini tingkat bunga yang dipakai adalah 14% (diambil dari rata-rata tingkat bunga bank). NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor. 

Analisis ini dapat dihitung menggunakan rumus:


 Dimana:
NB = Net benefit = Benefit - Cost
C    = Biaya investasi + Biaya operasi
       = Benefit yang telah di diskon
       = Cost yang telah di diskon
i      = diskon faktor
n     = tahun (waktu ekonomis)






 










Metode NPB (Nilai Bersih Sekarang)
Proyek yang efisien adalah proyek yang manfaatnya lebih besar dari pada biaya yang diperlukan. Nilai bersih suatu proyek merupakan seluruh nilai dari manfaat proyek dikurangkan dengan biaya proyek pada tahun yang bersangkutan. Rumus perhitungannya adalah :


Berdasarkan metode ini, proyek yang mempunyai NPB tertinggi adalah proyek yang mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Pemilihan proyek tergantung dari tingkat diskontoyang dipilih. Pemilihan tingkat diskonto haruslah mencerminkan biaya oportunitas penggunaan dana.

Metode IRR (Internal Rate of Return)

Dengan metode ini tingkat diskonto dicari sehingga menghasilkan nilai sekarang suatu proyek sama dengan nol. Rumus yang digunakan adalah :


Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Walaupun demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya dengan IRR-nyasaja, tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus lebih besar daribiaya oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu proyek akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskontodisebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya pinjaman modal yang harusdiperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semuaproyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek yang hargaIRR < i.

Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya (BCR)

Dengan kriteria ini maka proyek yang dilaksanakan adalah proyek yang mempunyai angka perbandingan lebih besar dari satu.


Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti pula NPB > 0. Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan biayaatau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang negatif dan sebaliknya.
Oleh karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai manfaat negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasiagar nilai BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998).
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik karena metode lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek yang akan dilaksanakan.
Tabel  Perbandingan Analisa NPB, IRR, dan BCR


CBA dilengkapi dengan pendekatan diskonto untuk menghitung pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang berdasarkan nilai sekarang dan tingkat diskonto tertentu. Hal ini disebabkan oleh biaya dan manfaaat  yang cenderung terakumulasi.  dalam realitas deskriptif, tingkat preferensi waktu dan taksiran biaya modal sangat bervariasi akibat ketidaksempurnaan pasar-pasar modal. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan  publik (sebagai konsumen) lebih menyukai kondisi (Pearce, 2008: 121-122). Implementasi CBA dalam pembuatan rekomendasi di sektor publik mempunyai ciri ciri antara lain berusaha untuk mengukur semua biaya dan manfaat untuk masyarakat yang dihasilkan dari program pulik. Analisis biaya manfaat secara tradisional  merepresentasikan rasionalitas ekonomi karena kriteria sebagian besar ditentukan dengan penggunaan efisiensi ekonomi secara global. Analisis biaya manfaat tradisional juga menggunakan pasar (swasta) sebagai titik tolak untuk merekomendasikan kebijakan publik. Analisis biaya manfaat kontemporer, atau disebut juga analisis biaya manfaat sosial, dapat digunakan untuk mengukur redistribusi manfaat (Dunn, 2003: 448).
Melihat pada proses implementasinya, Analisis biaya manfaat (CBA) memiliki keunggulan dalam penentuan program pemerintah, antara lain sebagai berikut.
a.       Penggunaan sumber – sumber ekonomi secara efisien. Jika efisiensi terjamin, pencapaian kesejahteraan masyarakat dari kebijakan publik yang diimplementasikan lebih maksimal (Mangkoesoebroto,2001: 165-166).  
b.       Analisis biaya manfaat dalam pengitungan biaya maupun manfaat diukur dengan mata uang sebagai unit nilai, sehingga memudahkan efisiensi (Dunn, 2003:448).
c.       Sangat kompatibel dengan penghitungan biaya manfaat kebijakan / proyek dalam skala besar atau makro khususnya yang mempengaruhi kinerja pembangunan daerah secara keseluruhan (Sjafrizal, 2008 :170).
Sedangkan kelemahan CBA antara lain sebagai berikut.
a.    Analisis ini membutuhkan waktu dan prosesnya yang sangat lama dan hanya bisa diimplementasikan pada proyek/ kebijakan yang bersifat makro (Sjafrizal, 2008: 170).
b.   Pemilihan kebijakan / proyek yang kurang menguntungkan bagi masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh proses penghitungan manfaat secara kuantitatif, sedangkan beberapa proyek atau kebijakan tidak dapat diukur manfaatnya secara kuantitatif (Mangkoesobroto, 2001: 166).

c.    Analisis ini tidak memiliki fleksibilitas tinggi, karena semua penghitungan dilakukan secara kuantitatif. Hal ini menimbulkan interpretasi jika analisis ini dilaksanakan terlalu jauh, pemerintah tidak lagi dilaksanakan oleh wakil wakil rakyat yang membawa aspirasi rakyat, melainkan seakan akan dilaksanakan oleh robot komputer (Mangkoesoebroto, 2001: 167).


Studi Kasus Analisis Biaya dan Manfaat pada Proyek MRT di Jakarta
Ø  Analisis Segi Positif Manfaat dan Biaya MRT
MRT merupakan salah satu solusi untuk memecah kepadatan arus Transportasi di Jakarta yang menimbulkan kemacetan, MRT dinilai akan dapat menghindari stagnasi kendaraan di jalan raya akibat pertumbuhan kendaraan pribadi yang meningkat tajam, sementara transportasi umum belum memadai angkutan dalam kota saat ini di Jakarta masih belum memadai.
Disamping itu, MRT juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan kapasitas transportasi publick. Kapasitas angkut MRT (Lebak Bulus ke Bundaran HI) diharapkan mencapai sekitar 412 ribu penumpang per hari. Pembangunan MRT Jakarta juga diharapkan mampu memberi dampak positif lainnya bagi Jakarta dan warganya, antara lain:
ü  Penciptaan lapangan kerja: selama periode konstruksi, proyek MRT Jakarta diharapkan dapat menciptakan sekitar 48.000 pekerjaan baru
ü  Penurunan waktu tempuh dan meningkatkan monilitas: waktu tempuh antara Lebak Bulus sampai Bundaran HI diharapkan turun dari 1-2 jam pada jam-jam sibuk menjadi 30 menit. Penurunan waktu tempuh ini akan meningkatkan mobilitas warga Jakarta. Meningkatnya mobilitas warga kota ini memberikan dampak kepada peningkatan dan pertumbuhan ekonomi kota, dan meningkatkan kualitas hidup warga kota
ü  Dampak lingkungan: 0,7% dari total emisi CO2, yaitu sekitar 93,663 ton per tahun akan dikurangi oleh MRT (Data Revised Implementation Ptogram for Jakarta MRT System 2005), sehingga Jakarta dapat mengurangi polusi dan transportasi
ü  Transit-Urban Integration yang menjadikan sistem MRT sebagai pendorong untuk merestorisasj tata ruang kota. Integrasi transit-urban diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada area sekitar stasiun, sehingga dapat berdampak langsung kepada jumlah penumpang MRT Jakarta.
Akan tetapi, transportasi modern tersebut memiliki harga yang cukup tinggi sehingga pemerintah harus mengupayakan dana dari Jepang, yaitu Japan Cooperation Agency (Badan Kerjasama Internasional Jepang). Setoran modal dari Pmeprov DKI sebesar 42% dari total pinjaman dari JICA, dan pinjaman pemerintah pusat 58% dari total pinjaman yang diteruskan ke Pemprov DKI, lalu oleh Pemprov DKI ke PT. MRT. Total dana yang dibutuhkan untuk proyek MRT tahap 1 sebesar Rp. 15 triliun. Dana pinjaman itu harus dikembalikan dengan bunga 0,2% dan 0,4% dengan jangka waktu pengembalian 30 tahun plus 10 tahun.
Dampaknya tiket MRT dapat mencapai Rp.38.000 sungguh nilai yang cukup tinggi. Pemerintah akan mengambil kebijkan dengan memberikan subsidi pada tiket MRT dengan target Rp.10.000 untuk harga tiket MRT supaya transportasi tersebut menjadi efisien bagi penduduk kota Jakarta. Akan tetapi terdapat pula imbas negatif terhadap pembangunan MRT di kota Jakarta, yaitu:
Pertama, akan menimbulkan kemacetan baru di sepanjang jalan di bawah rel kereta api. Medan jalan itu akan diambil untuk meletakkan tiang-tiang rel dan stasiun. Akses keluarmasuk ke gang-gang di sepanjang jalan Fatmawati–Sisingamangaraja pasti akan terganggu. Apalagi sampai sekarang juga belum jelas analisis dampak lalu lintasnya baik selama maupun setelah pembangunan selesai.
Kedua, akan mematikan bisnis di kawasan Fatmawati yang sudah mulai hidup sejak 20 tahun terakhir. Jangan lupa, untuk memulai bisnis di kawasan itu adalah pengorbanan individu per individu dengan memulai usaha bisnis pada saat kawasan tersebut masih sepi, bukan karena usaha Pemerintah Pusat/Pemprov DKI Jakarta sengaja membuka kawasan bisnis di sana. Kawasan bisnis di Fatmawati itu sekarang telah mampu memecah beban pergerakan ke arah kota sekedar untuk belanja barang-barang elektronik atau karpet. Dengan adanya kawasan bisnis yang tumbuh subur di sepanjang Jalan Fatmawati itu secara otomatis dapat mengurangi beban pergerakan ke arah kota. Bila kawasan bisnis sampai hancur karena pembangunan MRT, maka pembangunan MRT sesungguhnya hanya melahirkan persoalan baru, karena akan mendorong orang-orang dari kawasan Jakarta Selatan harus pergi ke Kota (Glodok) lagi sekedar untuk belanja barang-barang elektronik dan sejenisnya. Akhirnya, akan lebih banyak kendaraan pribadi mengarah ke Kota. Mubazirlah pembangunan MRT tersebut karena justru melahirkan kemacetan baru.
Ketiga, menciptakan kekumuhan baru di sepanjang bawah rel MRT. Kekawatiran ini wajar mengingat sudah banyak bukti yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebetulan belum ada bukti di mana ada kondisi bawah jembatan layang maupun rel kereta api listrik di Jakarta ini rapi, bersih, dan tertib. Yang ada justru kekumuhan baru karena menjadi tempat tinggal gelandangan.
"Jelas bahwa secara matematis, biaya pembuatan subway lebih mahal daripada MRT Layang, tapi kemahalannya itu hanya pada kontruksi, karena setelah operasional, usaha bisnis di sepanjang Fatmawati akan tetap hidup sehingga dapat mengurangi beban traffic ke arah Kota, tidak menimbulkan angka pengangguran baru, dan juga tetap berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian di Jakarta Selatan," kata Jokowi. Menurutnya pembangunan MRT secara melayang memang murah namun hanya dalam konteks konstruksi saja, namun amat mahal biaya ekonomi dan sosial yang harus dibayar oleh masyarakat seumur hidup.
"Kalau subway, lebih mahal investasinya dan tarifnya, tapi dalam jangka tertentu investasi tersebut akan balik dan tarif bisa ditekan dengan mengembangkan properti di sekitar stasiun subway," katanya.

Seperti diketahui MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih ± 110,8 Km, meliputi dua koridor utama, yaitu koridor selatan-utara yang jadi prioritas. Sementara itu koridor timur-barat masih tahap kajian, dari timur Jakarta-Balaraja